Namamu masih saja singgah dihati ini. Padahal pertemuan kita teramat singkat. Itupun sudah beberapa bulan yang lalu. Aku bingung. Aku tak habis pikir, dan aku kehilangan sebagian perasaanku untuk merasakan cinta yang hadir disekelilingku. Pesonamu begitu memikat. Parasmu tak sewajar pria pada umumnya. Tetapi, yang lebih membuatku terpana adalah ketampanan imanmu. Kamu itu berbeda. Kamu itu langka. Kamu itu... istimewa! Aku juga tak tahu alasan dibalik aku terlalu menggilaimu itu apa. Yang pasti, hati ini sudah benar-benar tulus untuk mencintaimu. Namun sejujurnya aku takut. Sejujurnya aku tahu akan kenyatan buruk yang mungkin saja terjadi. Aku tidak siap, sungguh! Lantas aku harus bagaimana? Aku harus berbuat apa? Haruskah aku mengemis cinta dihadapanmu? Atau haruskah aku pergi dan melupakanmu? Semua itu masih menjadi teka-teki misteri di otakku. Kalaupun aku harus mundur apakah itu pilihan yang tepat? Bukankah jodoh itu harus diperjuangkan walaupun pada akhirnya memang Tuhan-lah yang menentukan? Cinta itu rumit. Cinta itu penuh misteri. Cinta itu butuh perjuangan tetapi seharusnya bukan hanya satu orang yang berjuang tetapi kita sama-sama berjuang untuk mendapatkan cinta yang haqiqi. Kamu memperjuangkan aku kan? Walaupun hanya dalam doamu, walaupun kau tak pernah menyebut namaku saat itu. Entahlah. Sejujurnya aku lelah akan semua rekayasamu ini Tuhan. Aku ingin sekali merasakan rekayasa indah yang telah kau siapkan untukku. Aku lelah untuk terus berjuang sendiri mempertahankan perasaan yang berkecambuk di hati. Namun, aku juga tak rela jika harus melepaskanmu dan membiarkanmu menjadi milik yang lain. Lantas masih pantaskah kau untuk tetap ku perjuangkan?.
Senin, 25 November 2013
Rabu, 06 November 2013
Sebenarnya aku ini kau anggap siapa?
Hujan diluar menjadi alasan terbesarku mengapa aku tak meninggalkan ruangan sore itu. Sunyi, sepi, sendiri. Hanya tiga kata yang paling dominan berada di otakku saat itu. Aku pun berusaha mencari-cari kesibukan di tengah-tengah kesunyian. Tak lama telepon genggamku berdering, dari Mr.x rupanya. Entah mengapa setiap kali aku menerima pesan singkat darinya jantungku serasa dibuat berdetak lebih cepat dari biasanya. Pertanda apakah itu? Entahlah.. Mungkin aku hanya terlalu berlebihan menanggapinya, yang jelas ada rasa yang tak biasa setiap kali dia menyapaku.
****
Hujan diluar rupanya sudah reda. Aku bergegas merapihkan buku-buku yang masih berserakan di meja. Tanpa berpikir panjang aku langsung bergegas menuju parkiran untuk mengambil kendaraan yang ku bawa. Sore itu... Entah mengapa hatiku seperti sedang dihujani seribu bunga. Sesaat setelah ku membalas pesan singkat darinya aku pun langsung mengendarai motorku. Seperti biasa layaknya ibukota yang sesungguhnya, tak ada lagi ruang kosong untuk menulis "jakarta tidak macet". Setibanya aku dirumah bukan handuk dan segelas susu hangat lagi yang menjadi prioritas utamaku, namun telepon genggamlah yang kini menjadi nomor satu. Pikiranku langsung terfokus pada pembicaraan di pesan singkat yang sempat tertunda itu.
****
Ku perhatikan kian lama obrolan ku dengannya semakin serius tak lagi seperti biasanya. Dia pun kini lebih sering memperhatikanku, menyanjungku, merayuku, menggombaliku dan menasihatiku. Perempuan mana yang tidak terkesima saat diperlakukan seperti itu oleh seorang pria sepertinya? Firasatku mengatakan bahwa dia juga memiliki perasaan lebih terhadapku. Namun.... Apakah iya? Apakah mungkin seorang dia dapat terpesona oleh ku? Otak pas-pasan wajah pun tak rupawan.
****
Hari ini hari senin, saat dimana semua fakultas dan program studi berkumpul jadi satu untuk melaksanakan upacara bendera. Mataku tak pernah bisa berhenti melihat ke sekeliling kampus. Berharap-harap cemas sekaligus tak kuat menahan getaran gejolak di dada. Sebenarnya aku penasaran akan keberadaannya tapi... aku juga malu jika aku harus bertemu dengannya. Saat ku memalingkan wajahku ke belakang rupanya aku melihat seorang pria yang postur tubuhnya sama sepertinya sedang berdiri di bawah pohon bersama seorang wanita. Hatiku pun saat itu seperti teriris. Namun aku berusaha meyakinkan diriku bahwa yang ku lihat itu bukan dia. Namun jika itu ternyata benar dirinya mungkin saja wanita itu adalah teman satu kelasnya. Aku pun berusaha untuk tetap bersikap tenang.
****
Upacara pun telah selesai. Aku ditemani oleh seorang temanku berniat untuk menyelidiki siapa sebenarnya pria dan wanita yang ku lihat tadi. Ternyata aku kehilangan jejak. Mereka sudah tidak ada di tempat. Dengan beribu rasa penasaran dan berjuta tanda tanya besar aku menuju kelasku. Dosen mata kuliah jam pertama ku pun telah tiba. Saatnya belajar..! Aku berusaha untuk melupakan sejenak pikiran yang sedang berkecambuk di otakku. Hari ini aku selesai kuliah pukul 16.30 wib. Aku memang sengaja memutuskan untuk pulang belakangan setiap hari senin karena jadwal yang padat ini cukup menguras tenaga dan pikiranku belum lagi ditambah dengan jalanan di ibukota yang selalu macet. Aku memutuskan untuk beristirahat di lobi sambil mendengarkan musik di telepon genggamku sekaligus memperhatikan keadaan di sekitarku. Ada yang mengerjakan tugas kelompok, Ada yang menyendiri bahkan Ada pula yang tertawa terbahak-bahak. Perhatianku kini terpusat pada sepasang muda-mudi yang sedang duduk berdua di depan kampus. Aku pun semakin memperhatikan mereka dengan seksama. Sepertinya aku pernah melihat mereka... YA! Ternyata mereka bedua adalah orang yang ku cari pagi tadi. Tanpa pikir panjang aku pun berusaha mendekati keduanya. Ternyata itu adalah benar Mr.x dan si perempuan yang ku lihat pagi tadi. Hatiku kini benar-benar hancur. Air mata ini tak sanggup lagi untuk ku bendung. Kekesalan dan kekecewaan ini sudah sampai pada puncaknya. Aku segera meningkalkan kampus dan pulang kerumah.
****
Keesokan harinya aku berangkat ke kampus seperti biasa namun raut wajah dan ekspresiku yang tak biasa. Aku tidak bisa menutupi kegalauan yang ada dihatiku. Lantas selama ini apa maksudnya bersikap seperti itu kepadaku? Mungkinkah memang aku yang salah karena aku terlalu berlebihan menanggapi semua itu? Jika iya, lalu perempuan mana yang tidak akan luluh jika selalu dianggap lebih oleh laki-laki semacam itu? Bahkan tidak pernah absen untuk sekedar menanyakan kabarku. Jadi sebenarnya aku ini kau anggap siapa? (?)
Senin, 04 November 2013
Aku, kamu, dan bintang
Aku memang tak banyak berbicara
Aku memang tak banyak bercerita
Aku memang banyak diam
Tapi...
Seharusnya kamu tau, diamku ini menyimpan arti
Arti yang sangat mendalam untuk sekedar kau pahami
Sebenarnya aku banyak bercerita
Tapi bukan kepadamu
Bukan kepada sahabatku
Bukan kepada ayah ibuku
Bukan juga kepada matahari di ufuk sana
Namun...
Kepada bintang
Bintang tak pernah sekalipun berkhianat kepadaku
Bintang tak pernah meninggalkanku disaat malam tiba
Bintang itu setia..
Tak sepertimu...
Datang dan pergi sesuka hati
Untuk menemuimu (lagi) pun butuh perjuangan yang berarti
Saat ku rindu dirimu...
Bintanglah yang menggantikan pancaran senyum indahmu
Bintanglah yang selalu menghapus air mataku
Aku cinta pada bintang..
Tapi aku tersadar, bintang bukan tak berkhianat
Aku saja yang terlalu percaya padanya
Lantas aku harus bagaimana?
Apakah aku harus mempercayaimu?
Agar aku bisa mencintaimu seperti aku mencintai bintang itu?
Aku memang tak banyak bercerita
Aku memang banyak diam
Tapi...
Seharusnya kamu tau, diamku ini menyimpan arti
Arti yang sangat mendalam untuk sekedar kau pahami
Sebenarnya aku banyak bercerita
Tapi bukan kepadamu
Bukan kepada sahabatku
Bukan kepada ayah ibuku
Bukan juga kepada matahari di ufuk sana
Namun...
Kepada bintang
Bintang tak pernah sekalipun berkhianat kepadaku
Bintang tak pernah meninggalkanku disaat malam tiba
Bintang itu setia..
Tak sepertimu...
Datang dan pergi sesuka hati
Untuk menemuimu (lagi) pun butuh perjuangan yang berarti
Saat ku rindu dirimu...
Bintanglah yang menggantikan pancaran senyum indahmu
Bintanglah yang selalu menghapus air mataku
Aku cinta pada bintang..
Tapi aku tersadar, bintang bukan tak berkhianat
Aku saja yang terlalu percaya padanya
Lantas aku harus bagaimana?
Apakah aku harus mempercayaimu?
Agar aku bisa mencintaimu seperti aku mencintai bintang itu?
Cinta ini tulus, sungguh!
Hei kamu,
Iya kamu...
Kamu yang hanya bisa membuatku "gigit jari" saat melihatmu
Kamu yang pandai membuat air mata ini mengalir deras dipipiku
Dan...
Kamu yang teramat berharga untuk sekedar ku kenal
Kamu itu istimewa,
Sungguh!
Manusia sepertimu itu....
1 : 1.000
Ke-shalihanmu
Ke-taqwaanmu
Ke-sabaranmu
Ke-pandaianmu
Ke-tampananmu
Semua itu...
Terpancar dari aura-mu
Cinta ini tulus
Sungguh!
Tak ada paksaan yang aku ajukan kepadamu bukan?
Aku memang mengagumimu
Tetapi, aku tak seberani itu kan?
Kau mengenalku, juga tahu aku..
Iya kamu...
Kamu yang hanya bisa membuatku "gigit jari" saat melihatmu
Kamu yang pandai membuat air mata ini mengalir deras dipipiku
Dan...
Kamu yang teramat berharga untuk sekedar ku kenal
Kamu itu istimewa,
Sungguh!
Manusia sepertimu itu....
1 : 1.000
Ke-shalihanmu
Ke-taqwaanmu
Ke-sabaranmu
Ke-pandaianmu
Ke-tampananmu
Semua itu...
Terpancar dari aura-mu
Cinta ini tulus
Sungguh!
Tak ada paksaan yang aku ajukan kepadamu bukan?
Aku memang mengagumimu
Tetapi, aku tak seberani itu kan?
Kau mengenalku, juga tahu aku..
Apa kabar, kamu?
Sudah lama ku tak melihat senyum indahmu
Di tempat itu...
Tempat pertama kali kita bertemu
Saat dimana kau menggetarkan seluruh jiwa dan ragaku
Apa kabar, kamu?
Apakah kau masih mengingatku?
Atau bahkan mungkin dalam sekejap kau lupa akan namaku?
Lama tak bertemu
Rasa ini semakin lama semakin menggebu-gebu
Bukan semakin hilang seraya perputaran waktu
Kuusahakan setiap hari untuk melewati kampusmu
Namun...
Tak sekali pun ku pernah melihat senyuman tempo itu
Kamu ini sebenarnya dimana?
Mengapa sosokmu kian lama kian sulit untuk kutemukan?
Sejujurnya aku lelah
Lelah untuk terus mencarimu
Lelah untuk terus menduga-duga akan keadaanmu
Tapi...
Semua itu sirna
Semua itu tak berarti apa-apa kala ku ingat senyuman tempo itu
Sampai bertemu (lagi)
Semoga suatu saat nanti aku dapat mengatakan,
Apa kabar, kamu?
Di tempat itu...
Tempat pertama kali kita bertemu
Saat dimana kau menggetarkan seluruh jiwa dan ragaku
Apa kabar, kamu?
Apakah kau masih mengingatku?
Atau bahkan mungkin dalam sekejap kau lupa akan namaku?
Lama tak bertemu
Rasa ini semakin lama semakin menggebu-gebu
Bukan semakin hilang seraya perputaran waktu
Kuusahakan setiap hari untuk melewati kampusmu
Namun...
Tak sekali pun ku pernah melihat senyuman tempo itu
Kamu ini sebenarnya dimana?
Mengapa sosokmu kian lama kian sulit untuk kutemukan?
Sejujurnya aku lelah
Lelah untuk terus mencarimu
Lelah untuk terus menduga-duga akan keadaanmu
Tapi...
Semua itu sirna
Semua itu tak berarti apa-apa kala ku ingat senyuman tempo itu
Sampai bertemu (lagi)
Semoga suatu saat nanti aku dapat mengatakan,
Apa kabar, kamu?
Langganan:
Komentar (Atom)
